Muhammad Hussein Tabataba’i: Sang Doktor Cilik al-Quran.



Meskipun di kelas-kelas hanya duduk mendengarkan, namun ternyata ia menyerap isi pelajaran. Pada usia 2 tahun 4 bulan, Hussein sudah menghafal juz ke-30 (juz amma) secara otodidak.
Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i lahir pada tanggal 16 Februari 1991di kota Qom, sekitar 135 km dari Teheran, Ibu kota Iran. Dia adalah doktor cilik yng hafal al-Quran. Ia mendapat gelar doktor pada usia 7 tahun di Hijazz Collage Islamic University yang terletak di jantung wilayah kerajaan Inggris, sekitar 32 km dari kota Birmingham.
Ia menjalani ujian selama 210 menit dan memperoleh nilai 93. Sesuai standar Hijz Collage Islamic University. Dengan nilai 93, Hussein menerima ijazah Doktor Honoris Causa dalam bidang Science of The Retention of The Holy Quran. 
Sayyid Muhammad Hussein Tabataba’i mulai belajar al-Quran pada usia 2 tahun, dan berhasil hafal 30 Juz dalam usia 5 tahun. Pada saat usia sebelia itu, ia tidak hanya mampu menghafal seluruh isi al-Quran, tapi juga mampu menerjemahkan arti setiap ayat ke dalam bahasa ibunya (Perisa), memahami makna-makna ayat tersebut, dan bisa menggunakan ayat-ayat itu dalam percakapan sehari-hari. 
Bahkan, ia mampu mengetahui dengan pasti di halaman berapa letak suatu ayat, dan dibaris ke berapa, di kiri atau di sebelah kanan halaman al-Quran. Ia mampu secara berurutan menyebutkan ayat-ayat pertama dari setiap halaman al-Quran, atau menyebutkan ayat-ayat dalam satu halaman secara terbalik, mulai dari ayat terakhir ke ayat pertama. 
Hussein menjalani ujian selama 210 menit dalam dua kali pertemuan. Ujian yang harus dilaluinya meliputi lima bidang. Yakni, menghafal al-Quran dan menerjemahkannya ke dalam bahasa ibu, menerangkan topik ayat al-Quran, menafsirkan dan menerangkan ayat al-Quran dengan menggunakan ayat lainnya, bercakap-cakap dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran, dan metode menerangkan makna al-Quran dengan metode isyarat tangan.
Setelah ujian selesai, tim penguji memberitahukan bahwa nilai yang berhasil diraih bocah itu adalah 93.  Menurut standar yang ditetapkan Hijaz College, peraih nilai 60-70 akan diberi sertifikat diploma, 70-80 sarjana kehormatan, 80-90 magister kehormatan, dan diatas 90 doktor kehormatan (honoris causa). Dan, pada tanggal 19 Februari 1998, bocah Iran itu pun tersebut menerima ijazah doktor honoris causa dalam bidang Science of The Retention of The Holy Quran. 
Selama berada di Inggris, Hussein sering diundang dalam berbagai majelis yang diadakan komunitas muslim setempat. Umumnya, hadirin ingin menguji kemampuan bocah ajaib tersebut. Tapi, ternyata Hussein mampu menjawab pertanyaan apapun yang dilontarkan padanya. Apalagi, ia menjawabnya dengan mengutip al-Quran sebagai landasannya. Contohnya, dalam satu forum seseorang bertanya, “bagaimana pendapatmu tentang budaya Barat

Husein menjawab “Mereka menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan” Jawaban Huseein tersebut ia ambil dari al-Quran surat maryam ayat 59.
bahkan, ia dengan cerdas menjawab pertanyaan yang sulit sekalipun, seperti, “Apa yang dilakukan Imam Khomeini terhadap Iran?” 
Hussein menjawab pertanyaan itu dengan, “(Dia) membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belengguada pada mereka”. Jawaban itu berdasarkan suarat al-Araf ayat 157. 
Maksudnya, pada masa pemerintahan monarki, rakyat Iran terbelenggu dan tertindas. Lalu, Imam Khomeini memimpin revolusi untuk membebaskan rakyat dari belenggu dan penindasan. 
Apa yang sudah dilakukan Hussein adalah cerminan ikhtiyar pembinaan generasi Islam yang berhasil. Jika Syarifuddin Khlaifah mampu menghafalkan al-Quran dan mengislamkan ribuan orang diusia balita dan di tengah-tengan keluarganya yang kristen, maka hal tersebut tidaklah masuk akal. Hal tersebut bisa dikategorikan sebagai keajaiban Allah Swt murni. Namun, untuk kasus Hussein berbeda. Hussein bisa menjadi sosok luar biasa seperti diatas selain lantaran karena kekuasaan Allah, namun juga ikhtiyar orang tua dan keluarganya yang sungguh-sungguh. Hussein tumbuh di tengah-tengah keluarga yang baik, dengan latar belakang keluarga islam yang taat dan cerdas. Orang tua Hussein menikah ketika mereka masing-masing berusia 17 tahun, dan setelah menikah keduanya bersama-sama berusaha menghafal al-Quran. 

Banyak orang mengatakan jika Hussein memiliki kemampuan khusus di luar lagika (ladunni). Tapi Sayyid Muhammad mahdi Taba’tabai, ayah Hussein menampik pendapat itu. menurut Mahdi, Hussein tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang laiinya. Anak manapun bisa memiliki kemampuan seperti Hussein jika orang tua mampu mendidiknya dengan cara-cara yang baik dan kontinu. Pendidikan itu tentu harus dilakukan dengan tepat dan cerdas, dimulai sedini mungkin, yakni sejak dalam kandungan. Agar ia terangsang dan terbiasa bergesekan dengan dunia al-Quran. 
Dan, yang terpenting lagi, jika orang tua menginginkan anak mereka mencintai al-Quran, maka sang orang tua juga harus mencintai al-Quran. Jika kecintaan itu sudah tumbuh di lingkungan keluarga, maka akan tercipta pembiasaan-pembiasaan Qurani secara kontinu dan rutin. Inilah yang membuat anak akan nyaman dan menyatukan ketenangan hatinya pada pembiasaan-pembiasaan yang sudah tercipta di keluarganya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel