Maria Montessori, Teoritikus dan Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini

 Oleh: Indra Prasetyo
Maria Montessori (lahir di Chiaravalle, Ancona, Italia, 31 Agustus 1870 – meninggal di Noordwijk, Belanda, 6 Mei 1952 pada umur 81 tahun) adalah seorang pendidik, ilmuwan, dokter asal Italia. Ia mengembangkan sebuah metode pendidikan anak-anak dengan memberi kebebasan bagi mereka untuk melakukan kegiatan dan mengatur acara harian. Metode ini kelak dikenal dengan Metode Montesori.

Pendidikan
Maria Montessori mengenyam pendidikan teknik pada sebuah sekolah teknik dan lulus dengan pujian. Setelah itu ia masuk ke dalam Regio Instituto Tecnico Leonardo da Vinci pada 1886 hingga 1890 untuk mempelajari bahasa dan ilmu alam.
Pada 1890, ia melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiswa kedokteran. Sebuah hal yang dipuji dan mengagetkan karena ia adalah mahasiswa kedokteran wanita Italia yang pertama. Pada masa itu, sebuah hal yang mustahil bagi wanita Italia untuk memperoleh pendidikan kedokteran. Ia lulus dari sekolah kedokteran dengan nilai pujian.


Karier
Sebagai dokter, ia berkonsentrasi dengan masalah keadaan anak-anak dengan mental terbelakang di panti asuhan. Kebanyakan anak-anak tersebut terganggu mentalnya karena kesalahan orang dewasa.
Pada 1900, ia mendirikan sekolah khusus bagi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar di Roma. Ia menggunakan caranya sendiri dan berhasil mendidik anak-anak tersebut dengan hasil yang sebaik anak-anak biasa.
Hingga menjelang akhir hidupnya, Maria Montessori terus memberikan kuliah tentang metodenya dan membuka sekolah Montessori di seluruh dunia.termasuk sekolah ssb Pulo Harapan di daerah Tanjung Priok, Jakarta.
 

Karya
•Il metodo della pedagogia scientifica (1909);
•Antropologia pedagogica (1910).
•Dr. Montessoris own handbook, 1914;
•L'autoeducazione nelle scuole elementarii (1916);
•The child in the church (1929);
•Il segreto dell'infanzia (1938);
•Formazione dell'Uomo (1949);
•The absorbent mind (1949; Bahasa Italia: La mente del bambino, 1952);
•L'Educazione e Pace (1949; 1972);
•De l'Enfant à l'Adolescent (1948);


Metode Montessori

Metode Montessori adalah suatu metode pendidikan untuk anak-anak, berdasar pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir Abad 19 dan awal Abad 20. Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah dan sekolah dasar, walaupun ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah.
Metode Montessori didasarkan pada sebuah pendekatan yang ditemukan oleh Maria Montessori, dokter dan pendidik asal Italia.
Menurut Maria, anak-anak akan mengalami suatu masa yang disebut masa peka, yaitu masa di mana anak mencapai kematangan tertentu. Hal ini sangat penting, sebab menjadi modal anak untuk belajar.   ari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru (sering disebut "direktur" atau "pembimbing"). Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktik. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep.
Walaupun banyak sekolah-sekolah yang menggunakan nama "Montessori," kata itu sendiri bukan merupakan merk dagang, juga tidak dihubungkan dengan organisasi tertentu saja.

Sejarah
Dr. Maria Montessori mengembangkan "Metode Montessori" sebagai hasil dari penelitiannya terhadap perkembangan intelektual anak yang mengalami keterbelangan mental. Dengan berdasar hasil kerja dokter Perancis, Jean Marc Gaspard Itard dan Edouard Seguin, ia berupaya membangun suatu lingkungan untuk penelitian ilmiah terhadap anak yang memiliki berbagai ketidakmampuan fisik dan mental. Mengikuti keberhasilan dalam perlakuan terhadap anak-anak ini, ia mulai meneliti penerapan dari teknik ini pada pendidikan anak dengan kecerdasan rata-rata.
Pada tahun 1906, Montessori telah cukup dikenal sehingga ia diminta untuk suatu pusat pengasuhan di distrik San Lorenzo di Roma. Ia menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengamati interaksi anak dengan materi yang ia kembangkan, menyempurnakannya, dan mengembangkan materi baru yang bisa dipakai anak-anak. Dalam pendekatan yang berpusat pada materi ini, tugas utama guru adalah mengamati saat anak memilih materi yang dibuat untuk memahami konsep atau keterampilan tertentu. Pendekatan demikian menjadi ciri utama dari pendidikan Montessori.
Awalnya perhatian Montessori lebih pada anak usia pra-sekolah. Setelah mengamati perkembangan pada anak yang baru masuk SD, ia dan Mario (anaknya) memulai penelitian baru untuk menyesuaikan pendekatannya terhadap anak usia SD.
Menjelang ahir hayatnya, dalam buku From Childhood To Adolescence (Dari Masa Kanak-kanak ke Masa Remaja), Montessori membuat sketsa tentang pandangannya mengenai penerapan metodologinya bagi pendidikan berjenjang menengah dan tinggi.
Metode Montessori pertama kali dikenalkan oleh Maria Montessori pada 1907. Maria Montessori adalah perempuan pertama yang menjadi dokter, dari pekerjaannya tersebut ia meyakini bahwa semua anak dilahirkan dengan potensi luar biasa, potensi ini hanya akan berkembang jika orang dewasa yang mengasuhnya memberikan stimulasi yang tepat di tahun-tahun pertama kehidupannya.
Maria Montessori menyadari bahwa anak-anak kecil merasa frustrasi hidup di dunia orang dewasa. Meja, kursi, wastafel, piring, gelas, dan lain sebagainya berukuran untuk orang dewasa. Maria juga mengamati cara anak-anak bereaksi pada lingkungan sekitar, bagaimana anak memiliki keteraturan dan sistem mereka sendiri, di sinilah ia memberikan kesempatan untuk mengembangkan kemandirian dan menyadari adanya peningkatan harga diri serta percaya diri jika kita menghargai hal tersebut.

1. PANDANGAN TENTANG PROSES PENDIDIKAN
Pemikiran Maria Montessori telah memberikan kontribusi yang besar terhadap revolusi pendidikan dewasa ini. Ia menganggap bahwa anaklah yang membangun orang dewasa bukan orang dewasa yang membangun anak. Anak makhluk yang konstruktif yang memerlukan bantuan orang dewasa agar perkembangannya optimal. Pendidikan yang selama itu terjadi dalam pandangan Montessori, telah membelenggu perkembangan anak. Guru dan orang dewasa yang egosnetris, otoriter, dan berperan sebagai ahli adalah merupakan kekeliruan besar.
Hal tersebut di atas menyebabkan ia menekankan perlunya pola pendidikan baru, yaitu sistem pendidikan sejak usia dini yang sesuai dengan perkembangan anak dimana peran orang dewasa sangat penting dalam membantu perkembangan mereka secara optimal. Berikut adalah pokok-pokok pikiran (asumsi) Maria Montessori yang menegaskan perlunya pendidikan pola baru tersebut. Antara lain, sebagai berikut;

1.Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan yang Memfokuskan pada Anak dan  Peran Orang dewasa
Masalah utama dalam pendidikan adalah bukan pendidikannya itu sendiri, tapi masalah hubungan antara anak dengan orang dewasa. (Ucapan Marian Minetssori dalam E.M. Standing, “Maria Montessori: Her Life and Work”, hal. 250). “Anak adalah anak, bukan miniatur orang dewasa. Anak juga bukan layaknya bagaikan sesuatu benda kosong, dimana orang dewasa harus mengisinya dengan sesuatu.” (Course Manual, hal. 11).
Maria Montessori memandang bahwa pendidikan adalah kunci utama untuk regenerasi kehidupan manusia. Kegagalan sistem pendidikan yang tidak mampu membangun masyarakat pada masa itu disebabkan karena terdapat adanya kekeliruan sistem pendidikan yang tidak memfokuskan pada masalah pendidikan sejak anak usia dini. (Course manual, hal 11). Jika pendidikan ingin berhasil, maka harus didasarkan pada anak (Montessori, “education for New world”, Hal. 4).
Namun, Montessori juga menegaskan bahwa pendidikan saja tidak cukup jika orang tua dan guru (sebagai orang dewasa) memiliki asumsi yang salah terhadap anak. Orang dewasa harus meninggalkan anggapannya bahwa anak bagaikan benda kosong yang menunggu untuk diisi dengan pengetahuan dan pengalaman orang dewasa. Mengapa? Karena penting untuk dipahami bahwa anak memiliki potensinya masing-masing.
Disamping itu, Montessori menegaskan pula pentingnya orang dewasa (guru dan orang tua) untuk menghilangkan egosentris dan keotoriterannya terhadap anak. Orang dewasa harus berperan sebagai orang kedua yang memperlakukan anak dengan lemah lembut untuk membantu tahapan perkembangannya dengan baik.

2. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan yang Membebaskan Anak dari Ketergantungan terhadap Orang Dewasa
Setiap orang dewasa berasal dari seorang anak dulunya, Jadi, anaklah yang membntuk dirinya menjadi dewasa. Anak menyerap pengalaman apapun yang ia alami di dunia dan pengalaman tersebut berpengaruh terhadap perkembanganya ketika dewasa kelak. Berdasrkan asumsi ini, Monetssori menegaskan pentingya untuk membebaskan anak dari peran ketergantungannya terhadap orang dewasa, jika anak tersebut kita inginkan agar menjadi orang yang benar-benar mandiri kelak.

3.Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang untuk Mengoptimalkan Kekuatan Unik pada Dirinya untuk Mengembangkan Diri
Montessori menyatakan pentingnya orang dewasa menyadari bahwa kapasitas belajar anak sangat berbeda dengan orang dewasa, ia memiliki kekuatan unik untuk mengembangkan dirinya. Beberapa hasil observasi Montessori menunjukkan sebagai berikut:
Anak menggunakan lingkungannya untuk menyempurnakan dirinya, sementara orang dewasa memanfaatkan dirinya untuk menyempurnakan lingkungannya. Orang dewasa adalah maklhuk yang tidak lagi berkembang, tetapi anak adalah makhluk sedang dalam keadaan senantiasa berkembang secara konstan. Ia berinteraksi dengan lingkungannya dan menyerap semua kesan yang dialaminya dan berpengaruh terhadap perkembangan dirinya.
Tujuan anak melakukan sesuatu (bekerja) bersifat internal bukan eksternal seperti halnya orang dewasa. Orang dewasa melakukan sesuatu (bekerja) untuk menyelesaikan aktifitasnya, tapi anak melakukan aktifitas untuk perkembangannya. Melalui aktifitas kerjanya ia mengembangkan konsentrasi, mengembangkan perkembangan motorik, membangun kebiasaan, dan lebih penting lagi membangun konsep diri. Anak lebih tertarik pada proses dalam melakukan aktifitas, sedangkan orang dewasa lebih tertarik pada hasil dari aktifitasnya.
Anak mengikuti hukum usaha maksimum. Agar berhasil melakukan sesuatu ia meningkatkan usahanya. Dengan demikian agar berkembang optimal, ia harus melakukannya sendiri dan tak ada seorang pun yang dapat melakukannya untuk dirinya (tak dapat diwakilkan). Segala bantuan yang diberikan kepadanya justeru menghambat perkembangan optimal mereka.
Ritme aktifitas anak dalam melakukan sesuatu berbeda dengan orang dewasa. Sebagai contoh, anak umur 3,5 tahun yang harus membawa 10 benda ke suatu tempat maka ia akan melakukan pengambilan dan menempatkannya sebanyak sepuluh kali. Sedangkan, orang dewasa, karena kematangan kemampuan strateginya, mungkin cukup sekali. Kesimpulannya, anak memiliki pola perkembangan yang bertahap untuk dapat menguasai atau mahir dalam melakukan sesuatu.

4. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang kepada Mereka untuk Berinteraksi dengan Lingkungannya secara Bebas dengan Penuh Kesabaran, Simpati, Kehangatan dan Kasih Sayang
Anak memiliki potensi, Montessori menyebutnya sebagai ”ruhnya anak/spiritual embryo”, yang tidak disadari oleh dirinya. Implikasinya, agar anak (sebagai calon orang dewasa masa depan) akan membangun dunia yang lebih baik jika diberikan kesabaran, simpati, kehangatan dan kasih sayang untuk berkembang. Untuk itu diperlukan dua kondisi. Pertama, anak perlu berinteraksi dengan lingkungan untuk dapat memahami alamnya. Kedua, ia perlu kebebasan untuk menemukan dirinya. Jika dua kondisi ini hilang, maka perkembangannya tidak optimal.

5. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan anak yang Mampu Memberikan Kondisi dan Perlakuan (Bantuan) yang Tepat
Montessori menyatakan bahwa berbeda dengan orang dewasa, anak memiliki intelijensi kreatif yang ada dalam tahap mental bawah sadar mereka. Saat itu adalah saat sensitif (sensitive periode) bagi anak. Interaksi dengan lingkungannya akan membantu perkembangan mereka. Oleh karena itu, orang dewasa (guru/orang tua) perlu diberikan kondisi lingkungan plus perlakuan yang tepat atau sesuai agar semua aspek perkembangan mereka berkembang secara optimal.

Menurut ajaran Montessori, anak memiliki masa-masa peka sejak lahir hingga usia 6 tahun.
 Kita sebagai orangtua harusnya bisa menyadari dan memanfaatkan masa peka anak ini dengan sebaik-baiknya:
1.Gerakan, sejak lahir hingga 1 tahun. Saat ini anak belajar meraih, menyentuh, memutar, menyeimbangkan diri, merangkak, dan berjalan.
2.Bahasa, sejak lahir hingga 6 tahun. Diawali dengan celotehan dan suara-suara,lalu berkembang jadi kata, frasa lalu kalimat.
3.Benda kecil, usia 1 hingga 4 tahun. Tahap ini anak akan menyukai benda-benda kecil/detail karena koordinasi mata dan tangannya sudah lebih akurat.
4.Keteraturan, usia 2 hingga 4 tahun. Di sini anak mulai mencintai rutinitas dan keinginan akan konsistensi dan pengulangan.
5.Musik, usia 2 higga 6 tahun. Jika anak terbiasa mendengar musik, di tahap inilah anak secara spontan akan tertarik pada perkembangan nada, ritme, dan melodi.
6.Masalah toilet, usia 18 bulan hingga 3 tahun. Usia ini sistem saraf berkembang lebih baik dan terintegrasi, hingga toilet training bisa dilakukan di rentang usia ini.
7.Keramahan dan sopan santun, usia 2 hingga 6 tahun. Anak-anak adalah peniru ulung, mereka suka meniru sopan santun dan hal ini akan membentuk karakter kepribadian di masa depannya.
8.Indra, usia 2 hingga 6 tahun. Indra manusia dimulai sejak lahir, tapi dari usia 2 tahun anak sudah bisa takjub dengan pengalaman indranya sendiri (rasa, suara, sentuhan, dan bau).
9.Menulis, usia 3 hingga 4 tahun. Montessori meyakini bahwa kemampuan menulis muncul lebih dulu daripada membaca yang diawali dengan usaha meniru huruf atau angka.
10.Membaca, usia 3 hingga 5 tahun. Montessori melihat bahwa anak-anak menunjukkan ketertarikan spontan pada simbol dan suara yang mereka hasilkan.
11.Hubungan ruang, usia 4 hingga 6 tahun. Di usia ini biasanya anak tertarik dengan puzzle atau Lego.
12.Matematika, usia 4 hingga 6 tahun. Rentang usia ini anak dalam masa peka terhadap jumlah dan angka.

TEORI  MONTESORI

Teori  Montessori  sering  dikenal  sebagai  Pendekatan  Montessori  salah  satu teorinya tentang anak adalah :
“Jika pendidikan mengenali nilai intrinsik dari kepribadian seorang anak, dan memberikan nuansa yang tepat bagi pertumbuhan spiritualnya, kita menyingkapkan anak yang sama sekali baru, di mana karakternya yang memukau pada akhirnya dapat menyumbang kepada dunia yang lebih baik.” - Maria Montessori.
Teori ini menjelaskan mengenai eksistensi anak sebagai suatu masa yang sangat esensial  bagi  keseluruhan  hidupnya.  Dan  Maria  Montessori  menggagaskan  tentang konsep Child’s Self-Construction        yang menyatakan bahwa anak membangun sendiri perkembangan jiwanya, Sensitive Periods menyatakan usia anak dini adalah masa peka, absorbent mind serta pada masa anak usia dini memiliki jiwa penyerap berbagai pengetahuan dan pengalaman dalam hidupnya.
Maria Montessori menciptakan suatu revolusi barui dalam hal pendidikan anak usia dini yaitu melalui pembangunan “childrens houses”, case dei bambini disuatu komplek perumahan kumuh di San Lorenzo, Roma pada tahun 1907.  Maria Montessori menciptakan sebuah buku terkenal dengan judul The Montessori Method pada bulan April 1912. buku tersebut menyarankan cara-cara “auto-education” bisa diterapkan bagi anak- anak usia dini.
Montessori memandang perkembangan anak usia dini sebagai proses yang berkesinambungan. Ia juga memahami pendidikan sebagai aktivitas diri, mngarah pada pembentukan kedisiplinanpribadi, kemandirian dan pengarahan diri
Montessori memandang persepsi anak terhadap dunia anak dilatih sehingga dapat menemukan hal-hal yang bersifat ilmu pengetahuan, sehubungan dengan hl tersebut montesori merancang sejumlah materi yang memungkinkan indra seseorang anak dikembangkan. Denga menggunakan alat yang memungkinkan seseorang mengoreksi diri, anak akan menjadi sadar erhadap sebagai macam ransangan yang kemudian diorganisasikan dalam pikirannya
Bila anak belajar tentang suara (melalui pendengarannya), montessori merancang satu kumpulan kotak.semua kotak  tersebut sama, tetapi masing-masing kotak berisi bahan yang berbeda-beda, sehingga digoyangkan akan mengeluarkan suara tidak sama. Suara satu kotak tidak sama dengan suara kotak lain bila digoyangkan .selanjutnya monntessori merancang alat belajar untuk meningkatkan fungsi penglihatan, penciuman, pengecap, dan perabaan dengan cara yang sangat khas dan usia dengan prinsip koreksi diri
Pendidikan jasmani yang mengembangkan alat-alat,berkebun,dan belajar tentangalam juga termasuk dalam pendidikan montassori.untuk kegiatan yang dilakukan dalam pendidikan montassori,umumnya menggunakan berbagai alat yang dirancang secara khusu. Bahan untuk belajar menghitung,diajarkan aritmatika pada anak membaca dan menulis diajarkan secara bersamaan dengan menggunakan kertas amplas yang dibentuk huruf-huruf.montassori percaya bahwa sebaiknya membaca diajarkan pada anak pada usia dini. Priode yangdianggap tepat adalah pada usia 2-6 tahun, karena masa tersebut dianggap sebagai masa sensitif untuk belajar membaca (montessori, 1965 dalam spodek,1991)

Pengaruh metode Maria Montessori  terhadap perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik bisa dijelaskan sebagai berikut:
Setiap manusia terdiri atas 3 kemampuan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Pertama adalah kognitif.
Melalui alat yang digunakan
Menghasilkan -> Memori/Ingatan, khayalan
Digunakan -> Memecahkan masalah à memori, khayalan + berpikir logis
Caranya -> Proses diulang
Menghasilkan -> Ingatan jangka panjang = anak telah belajar
Kedua, afektif (emosi). Berhadapan dengan emosi anak:
1.Tidak boleh dipaksa.
2.Proses pendidikan harus dengan kemauan anak sendiri.
3.Anak harus merasa senang dalam belajar.
Ketiga, psikomotor.
Melalui alat yang digunakan anak harus melakukan / berkinestetik untuk memecahkan masalah yang ada. Misalnya, saat bermain, anak-anak diminta untuk membuat kelompok kecil bersama teman-temannya. Kemudian disediakan alat-alat seperti sekop kecil, pasir, batu-batuan, gerobak kecil. Tiap kelompok diminta untuk membuat suatu bangunan sederhana dari permainan tersebut anak-anak dapat belajar bekerja sama untuk membangun bangunan sederhana tersebut

Tujuan metode Maria Montessori adalah:
1.Membantu para orang tua dalam menerapkanpola pengajaran yang efektif bagi anak mereka.
2.Membantu anak-anak didik dalam mengembangkan tingkat intelektual, psikomotor dan efektif yang ada pada diri mereka.
3.Membuat anak dituntut untuk dapat berkembang sesuai dengan periode perkembangannya saat mereka mulai peka terhadap tugas-tugasnya.
4.Mengajarkan pada anak cara belajar yang efektif dan optimal melalui permainan.
5.Mengembangkan keterampilan yang menekankan pada pentingnya anak bekerja bebas dan dalam pengawasan terbatas.
6.Anak diajarkan untuk dapat berkonsentrasi dan berkreasi.
7.Guru hanya sebagai pengamat dan pembimbing, karena anak dibiasakan untuk memilih sesuai dengan keinginan sendiri.
Pokok penggerak pemikirannya adalah :
1. Perubahan itu mungkin, hanya perlu dimulai.
2. Kita harus mencintai anak, tapi cinta saja tidak cukup, anak membutuhkan juga kegiatan atau permainan yang menstimulasi anak.
3. Tujuan dari pendidikan terletak dalam diri anak itu sendiri.
Dari penggerak pemikiran ini, ia mengembangkan 3 aspek dasar pendidikan, yakni:

1.Gambaran Manusia
Bagi pendidikan ala Montessori, manusia adalah makhluk yang aktif beraksi, pintar, mampu berbahasa, kreatif, makhluk sosial, memiliki kesensitifan waktu, emosional, berjeniskelamin, religius dan moralis, sadar akan diri sendiri dan memiliki indera.
Sehingga Maria Montessori dari hasil penelitiannya percaya bahwa anak-anak tidak saja memiliki sifatnya masing-masing tapi juga memiliki perkembangan karakter jiwa yang individual. Orang tua dalam hal ini hanya dapat mengira-ngira rancang bangun individu bagi anak-anaknya tapi tidak akan pernah berhasil menyelesaikan teka-teki hidup anak-anaknya, karena bagaimanapun rancang bangun ini akan berkembang sendiri berdasarkan pengalaman anak-anak itu sendiri.
Selain itu menurutnya, tugas orang dewasa atau orang tua adalah memberikan lingkungan yang kondusif agar anak dapat tumbuh kembang dan sifatnya hanya membantu agar anak dapat lebih mengerti dan mengenal cara-cara tanpa mempengaruhinya, agar anak tumbuh sesuai dengan dirinya sendiri karena memang setiap dari anak adalah istimewa.

2. Tujuan Pendidikan
Apakah tujuan pendidikan itu agar si anak mendapatkan sekolah yang baik, mendapatkan pandangan terhormat di masyarakat, menikmati hidupnya, atau keduanya. Tujuan hidup manakah yang lebih penting ??
Menurut Maria Montessori, jawaban tujuan pendidikan ada dalam diri anak itu sendiri, rancang bangun individu setiap manusia harus dibiarkan berkembang agar dengan begitu setiap manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat mengurus yang menjadi tugas kemasyarakatannya.
Bila setiap anak dapat tumbuh kembang secara alami sesuai kebutuhannya, tujuan lainnya akan otomatis mengikuti, seperti terbuka, ramah dan siap menolong, berpartisipasi dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, memelihara lingkungan. Demikian juga dengan menjadi mandiri dan matang, berkurangnya sikap buruk dan menjadi manusia yang jujur.
Anak-anak yang berhasil dan aktif melalui fase sensitifnya akan dapat memasuki lingkungan sekitarnya dengan ketertarikan dan penuh jiwa penghargaan.

3. Metode
Anak-anak adalah pembangun dirinya sendiri, selain itu mereka memiliki impuls alami untuk mengembangkan dirinya sendiri dan mereka pada dasarnya ingin sebanyak mungkin secara aktif melakukan segala hal sendiri. Kita sebagai orang tua atau dewasa, jangan pernah mengambil alih keinginan itu dan lebih banyak membiarkan anak-anak menyelesaikan kegiatannya sendiri dengan motto ‘mandiri dengan melakukannya sendiri’.
Hal itu sangatlah penting, karena anak terlahir dalam dunia dewasa yang penuh dengan efektifitas, fungsionalisasi yang dibuat oleh orang dewasa sedangkan dunia anak-anak lebih didasarkan atas pengalaman. Untuk itu salah satu metodanya melakukan persiapan-persiapan yang memungkinkan anak lebih banyak melakukan kegiatannya sendiri. Misalnya dengan mengatur rumah yang sesuai dengan kebutuhan anak agar leluasa bergerak, memungkinkannya mudah mengambil dan membereskan sendiri mainannya, sehingga anak dapat banyak melakukan kegiatan yang diinginkannya. (ACJP)
Menurut ajaran Montessori, anak memiliki masa-masa peka sejak lahir hingga usia 6 tahun. Kita sebagai orangtua harusnya bisa menyadari dan memanfaatkan masa peka anak ini dengan sebaik-baiknya:
1.Gerakan, sejak lahir hingga 1 tahun. Saat ini anak belajar meraih, menyentuh, memutar, menyeimbangkan diri, merangkak, dan berjalan.
2.Bahasa, sejak lahir hingga 6 tahun. Diawali dengan celotehan dan suara-suara,lalu berkembang jadi kata, frasa lalu kalimat.
3.Benda kecil, usia 1 hingga 4 tahun. Tahap ini anak akan menyukai benda-benda kecil/detail karena koordinasi mata dan tangannya sudah lebih akurat.
4.Keteraturan, usia 2 hingga 4 tahun. Di sini anak mulai mencintai rutinitas dan keinginan akan konsistensi dan pengulangan.
5.Musik, usia 2 higga 6 tahun. Jika anak terbiasa mendengar musik, di tahap inilah anak secara spontan akan tertarik pada perkembangan nada, ritme, dan melodi.
6.Masalah toilet, usia 18 bulan hingga 3 tahun. Usia ini sistem saraf berkembang lebih baik dan terintegrasi, hingga toilet training bisa dilakukan di rentang usia ini.
7.Keramahan dan sopan santun, usia 2 hingga 6 tahun. Anak-anak adalah peniru ulung, mereka suka meniru sopan santun dan hal ini akan membentuk karakter kepribadian di masa depannya.
8.Indra, usia 2 hingga 6 tahun. Indra manusia dimulai sejak lahir, tapi dari usia 2 tahun anak sudah bisa takjub dengan pengalaman indranya sendiri (rasa, suara, sentuhan, dan bau).
9.Menulis, usia 3 hingga 4 tahun. Montessori meyakini bahwa kemampuan menulis muncul lebih dulu daripada membaca yang diawali dengan usaha meniru huruf atau angka.
10.Membaca, usia 3 hingga 5 tahun. Montessori melihat bahwa anak-anak menunjukkan ketertarikan spontan pada simbol dan suara yang mereka hasilkan.
11.Hubungan ruang, usia 4 hingga 6 tahun. Di usia ini biasanya anak tertarik dengan puzzle atau Lego.
12.Matematika, usia 4 hingga 6 tahun. Rentang usia ini anak dalam masa peka terhadap jumlah dan angka.

Ciri khas sekolah ala Montesori:
•Menekankan pada kemandirian, kebebasan dengan batasan tertentu, dan menghargai perkembangan anak sebagai individu yang unik.
•Mencampur anak usia 2 ½ tahun sampai 6 tahun dalam satu kelas, sebab anak-anak kecil akan belajar dari anak-anak yang lebih besar. 
•Murid boleh memilih kegiatannya sendiri, yang sudah dirancang untuk rentang usianya.
•Guru tidak memberi instruksi, melainkan akan menjelaskan sesuatu ketika ditanya anak. 
•Menyediakan keteraturan, yaitu belajar dan istirahat pada waktu yang sudah tetap.
•Anak-anak diajarkan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan suasana kerja sama dengan teman-teman mereka.
•Menyediakan bahan atau materi belajar yang dibutuhkan anak pada setiap tahap perkembangannya.
•Lingkungan belajar yang memfasilitasi gerakan fisik yang dibutuhkan anak. Misalnya, bahan pelajaran diletakkan di rak, mulai dari yang paling bawah sampai atas.
Jadi, anak akan berjongkok saat mengambil peralatan di rak paling bawah, dan berdiri ketika mengambil peralatan di rak bagian atas. Kegiatan fisik berdiri-jongkok ini penting untuk kelenturan dan koordinasi tubuh. Selain itu, disediakan peralatan bermain, seperti prosotan.
•Seluruh fasilitas, seperti kamar kecil, wastaffel, kitchen zinc, tombol lampu (saklar), dan rak untuk menyimpan bahan pelajaran, dibuat sesuai ukuran anak-anak untuk memudahkannya membangun kemandirian.

Kelebihan:
•Masa peka anak mendapat rangsangan yang maksimal.
•Metode mengajar yang non tutorial akan memudahkan anak untuk menyerap informasi.

Kekurangan:
Metode ini tidak digunakan di sekolah umum, sehingga anak-anak yang akan melanjutkan ke sekolah umum butuh usaha keras untuk beradaptasi.

Karakteristik anak yang pas:
Anak-anak dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik cocok dengan metode ini.



Indra Prasetya, mahasiswa program studi Sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya Malang






Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel