Lintas sejarah PAUD di Indonesia II
Periode Awal kemerdekaan dan
Gerakan Yayasan Bersekolah pada Ibu
Friedrich Froebel |
Pada tahun awal kemerdekaan
tahun 1950-an, karena pemerintah lebih focus
terhadap upaya mempertahankan kemerdekaan dan keamanan Negara; sektor
pendidikan masih terabaikan dan pendidikan bagi anak usia dini belum tergarap.
Pada waktu itu, kondisi pendidikan di Indonesia pada kondisi kritis. Akan
tetapi para tokoh wanita Indonesia bersama-sama masyarakat tidak tinggal diam,
dengan berbagai usaha meraka mengatasi krisis pendidikan melaui
perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi wanita. Salah satu
organisasi yang paling terkenal dan berpengarus sampai keluar pulau Jawa tetapi
jarang dipublikasikan adalah usaha yang dilakukan Yayasan Bersekolah pada Ibu
(Yayasan Beribu. Sebagaimana tulisan Solehuddin (1997, 2000):
“….diantara
organisasi-organisasi tersebut, yang terbesar dan paling berpengaruh saat itu
adalah Yayasan Bersekolah pada Ibu (Yayasan Beribu), dengan mulai
menyelenggarakan pendidikannya di Bandung tahun 1951, pengaruh dari yayasan ini
meluas hingga keluar pulau Jawa:”
Pada saat kondisi krisis
ini, Yayasan Bersekolah pada Ibu sebagai pembawa obor penerang pendidikan di
Indonesia. Yayasan ini besar dan sangat berpengaruh karena didirikan oleh
hampir seluruh organisasi atau perkumpulan para tokoh wanita di Indonesia kala
itu. Dalam arsip sejarah, tertulis paling tidak ada 12 organisasi wanita yang
bersepakat mendirikan Yayasan Beribu, yaitu Perkiwa Pusat, Budi Istri Pusat,
Budi Istri cabang Bandung, Muslimat, Rukun Wanita Cilentah, Perwari cabang
Bandung, Persatuan Wanita Cicendo, Persatuan Wanita Kristen Indonesia,
Persatuan Putri Indonesia, Bank Cooperatie Wanita Indonesia, Women’s
International Club. Dapat dikatakan lahirnya yayasan bersekolah pada Ibu
merupakan persatuan ide kekuatan untuk memperjuangkan pendidikan Indonesia yang
sangat terpuruk.
Dari seluruh tokoh wanita
tersebut, akhirnya terpilih tiga tokoh utama priangan yang memimpin lembaga
ini. yaitu, Ny. Emma Poeradireja, Ny. Mary E. Saleh, dan Ny. Emma Soemanegara.
Yayasan Beribu telah
menorehkan sejarah dalam pendidikan usia dini di Indonesia. Yayasan inilah yang
menggagas lahirnya konsep” system pusat minat/system unit yang dulu sangat
terkenal”, “Ibu rumah tangga jadi guru TK”, “sekolah garasi”, alat permainan
edukatif, hingga parent cooperative. Parent cooperative bahkan diajarkan
kepada tokoh wanita Thailand oleh tokoh Yayasan Beribu atas undangan raja
Thailand pada tahun 1972.
Selain terkenal dengan
konsep pendidikan taman kanak-kanak dengan system pusat minat, sekolah garasi,
dan alat permainan edukatif-nya; Yayasan Beribu merupakan salah satu lembaga
tertua di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan untuk guru taman
kanak-kanak berupa kursus (KPGTK) yang dimulai pada 8 Juni 1981. Pendidikan
KPGTK dengan lama pendidikan satu tahun saat itu didasarkan kepada sulitnya
mencari huru TK/PAUD yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengajar sesuai
perkembangan anak, lagi pula jarang ada wanita yang mau jadi guru TK.
Keberhasilan Yayasan Beribu
mengembangkan sebuah pengajaran yang khas, yang diberi nama system pusat
minat bagi anak usia dini mendapat respons positif dari Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Prof. Dr. Priyono ketika mengunjungi TK yang menggunakan system
Yayasan Beribu pada 16 Agustus 1962. Pada 12 Desember 1962 Sistem Pusat Minat
Yayasan Beribu mendapat pengakuan resmi dari Kementerian Pendidika dan
kebudayan Pusat Jakarta; pada tanggal 12 Maret 1963, Sistem Pusat Minat yang
dikembangkan oleh Yayasan Beribu dijadikan pilot projek nasional oleh Departemen
pendidikan dan kebudayaan (PDK). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat
Jakarta juga mengakui dan menganjurkan agar seluruh SGTK negeri mempelajari
system pusat minat yang dikembangkan oleh Yayasan Beribu.
Foto Yayasan Beribu depan gedung WHO tahun 1958
Perhatian dunia
internasional terhadap perjuangan Yayasan Beribu ditunjukkan dengan
diikutsertakannya dalam berbagai konferensi internasional, seperti
International Conference on the Family, di India, 1967; pertemuan pemimpin
wanita Asia di New York, 1958; pertemuan dengan Direktur Organisasi
Internasional untuk kesehatan , pendidikan, dan kesejahteraan, New York, 1953;
Workshop di Filipina (1953). Disamping kunjungan dari beberapa badan dunia
untuk mempelajari system pembelajaran anak usia dini Yayasan Beribu dilakukan
oleh UNESCO (1960); Director of Associated Country Women of the Word (ACWW)
(1961); UNICEF, 1962, 1969, 1971; Canadian Brodcasting Corporation (1964); ACCW
South Asia (1071); Konrad Adenauer Stiftung dan Terre des Hommes, Jerman (1974,
1976).
Disamping terkenal dengan
system pusat minat, Yayasan Beribu juga dikenal sebagai :
- Pemprakasa parent cooperative di Indonesia, tahun 1971. Bahkan Ibu Mary saleh adalah salah seorang penggagas parent cooperative di Thailand, sehingga mendapat penghargaan tinggi dari raja Thailand.
- Pemprakasa berdirinya Taman Penitipan Anak (TPA), untuk pertama kalinya dibuka di jalan Cipaganti 107 dan diresmikan oleh ibu Mashudi, istri Gubernur Jawa Barat, tanggal 8 Januari 964.
- Pengembang disain produksi dan pemasaran alat permainan edukatif (APE) pertama di Indonesia tahun 1961. Usaha ini melibatkan anak-anak putus sekolah dan sampai sekarang produksi APE Yayasan Beribu telah dikenal diseluruh wilayah Indonesia.
- Penyelenggara pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus sejak tahun 1991.
Periode Orde Baru/Taman
Kanak-Kanak Alqur’an
Salah satu gerakan yang tak
boleh diabaikan dalam sejarah perkembangan pendidikan anak usia dini di
Indonesia dan mendapat sambutan luas dan apresiasi dari masyarakat dilakukan
oleh LPPTKA-BKPRMI (Badan Keluarga Pemuda Remaja Masjid Indonesia) yang pada
awalnya berkembang pesat di Bandung, Jawa barat, sekitar tahun 1990-an.
sebelumnya di Yogyakarta berkembang merode Iqro’, yaitu cara cepat belajar
membaca Alqur’an untuk anak-anak usia dini. Lembaga tersebut memanfaatkan
serambi masjid sebagai tempat menyelenggarakan taman kanak-kanak Alqur’an (TKA)
dan Taman Pendidikan Alqur’an (TPA). Perkembangan gerakan ini termasuk sangat
cepat sebab hampir di seluruh pelosok daerah terdapat masjid sebagai tempat
ibadah, kemudia menyebar dan berkembang ke propinsi lain di seluruh Indonesia.
Berdasarkan nomor unit yang dilekuarkan LPPTKA, di Jawa Barat saja pada tahun
1997 telah terdaftar 100-an TKA.
Disamping memiliki kurikulum
sendiri, LPPTKA juga menyiapkan bahan ajar khusus untuk anak didik dan para
kader. Mereka juga secara periodic menyelenggarakan kepelatihan kepada remaja
dan pemuda masjid untuk dididik menjadi guru TPA atau TKA.
Gerakan ini mulai menurun
justru sejak keluarnya gebrakan PAUD oleh pemerintah sekitar tahun 2003; namun
demikian sampai saat ini perjuangan LPPTKA-BKPRMI sampai saat ini terus
berlanjut.
Periode lahirnya PAUD tahun
2003 sampai sekarang
PAUD tak lain untuk menjawab
persoalan masih banyaknya anak usia dini yang belum mendapatkan layanan
pendidikan; meskipun sudah ada taman kanak-kanak (TK). Keberadaan TK dan
kelompok bermain (play group) selama ini dianggap belum mampu menampung anak
usia dini yang seyogyanya memperoleh pendidikan.
Sejak gerakan PAUD
dicanangkan Presiden pada 23 Juli 2003,
secara kuantitas jumlah PAUD yang berdiri memang meningkat sangat drastis.
Namun demikian banyak hal yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah,
seperti kualitas guru, program belajar atau kurikulum, tata kelola, dan
hubungan haarmonis dengan taman kanak-kanak yang sudah lebih dulu berkembang.
Sampai dengan satu dasawarsa
sejak dicanangkan Presiden tahun 2003, perkembangan PAUD terus mengalami
perubahan dan peningkatan. Perubahan yang terasa adalah gencarnya upaya
pengembangan PAUD yang saat ini berada di bawah Direktoral Jenderal (Ditjen
PAUDNI), terutama upaya pemeratan lembaga PAUD untuk menjangkau anak usia dini
hingga ke pelosok, pengembangan model PAUD berbasis budaya local, upaya
pengembangan pembelajaran, peningkatan kualitas guru. Lahirnya permendiknas no.
16/2007 dan No. 58/2009 tentang standar pendidikan anak usia dini merupakan
salah satu dasar hukum dalam pengembangan PAUD dan peningkatan kompetensi
pendidik PAUD. Atas dasar Permendiknas itu kemudian diselenggarakan Diklaat
berjenjang pendidik PAUD, tempat uji kompetensi, dan sebagainya.
Belum ada Komentar untuk " Lintas sejarah PAUD di Indonesia II "
Posting Komentar